Senin, 28 Maret 2011

Hargai Gaya Belajar Anak




Tak selalu Duduk Tenang

SETIAP anak dilahirkan unik dan memiliki kecerdasan masing-masing. Karena itu, orang tua hendaknya tak menyamakan si bungsu dengan si sulung atau membandingkan buah hati dengan sepupu yang usianya sepantaran.
Untuk mencerdaskan, anak punya cara sendiri. Maria Farida, psikolog anak, mencontohkan gaya belajar anak. Ada anak yang bisa belajar dengan tenang di meja belajarnya. Ada pula anak yang belajar sambil jalan mondar-mandir atau duduk sambil naik sekuter atau mobil kecilnya.
“Kategori terakhir disebut gaya belajar visual. Agar pelajran mudah terserap, si anak harus naik sekuter atau mobilnya. Jika tidak, konsentrasi belajarnya akan terhambat,” terangnya.
Ada juga gaya belajar yang saat ini sedang tren. Yakni, gaya belajar kinestetik. Maria mencontohkan anak yang kerap menggerak-gerakkan kakinya ketika duduk di bangku sekolah atau saat menghapal bahan pelajaran. “Itu adalah gaya belajar kinestetik.”
Banyak orang tuya dan guru yang tak menyadari, bahkan mengetahui, tentang gaya belajar kinestetik tersebut sehingga anak kerap mendapat masalah dengan gaya belajarnya. “ Masalah itu seperti mendapatkan hukuman karena dianggap mengganggu jam pelajaran,” papar perempuan yang juga dosen psikologi di beberapa universitas tersebut.
Padahal, menggerak-gerakkan kaki merupakan cara anak agar bisa focus konsentrasi dan memahami pelajaran yang diberikan oleh gurunya. “Coba kalau anak tersebut diminta berhenti menggerakkan kakinya, tentu dia akan resah dan tak mampu menangkap pelajaran yang diberikan gurunya,” tambah ibu tiga anak tersebut.
Maria menyebut, factor kebiasaan juga berperan dalam gaya belajar anak. Kebiasaan tersebut terbawa hingga dewasa. “Hal kedua, memang agay belajar anak yang memang seperti itu. Orang tua harus menyadarinya. Tak perlu menyalahkan anak,” tegasnya.
Menyalahkan hanya akan membuat anak semakin rendah diri. Padahal, sifat rendah diri akan mengganggu proses kecerdasan anak. Maria menyebut ada tiga hal yang membuat anak dikatakan cerdas. Yakni tingkat intelegensia (kecerdasan kognitif), kecerdasan multiple, dan emosi. Seorang anak dikatakan cerdas emosinyabila percaya diri, mandiri, berdaya juang, dan konsep dirinya positif. Selain itu, dia berani bertanggung jawab dan berkepribadian. “Tiga hal tersebut harus dipenuhi agar anak bisa disebut cerdas,” paparnya. (ai/c8/nda)



---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Deteksi Gaya Belajar Anak dengan menggunakan software SiapCerdas283
Silahkan mencoba.. :)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar